My works at Undisclosed Territory: an international performance art festival in Indonesia.

Undisclosed Territory adalah festival internasional performance art di Indonesia. Digagas oleh dua performance artists kelas dunia; Melati Suryodarmo asal Solo-Jawa Tengah dan Boris Nieslony, seorang performance artist pendiri Black Market International, sebuah kolektif seniman performance international di Jerman. Festival tahunan ini menjadi forum diskusi, presentasi dan sharing bagi seniman performance di berbagai negara. Program genre seni rupa (multi-disiplin) ini juga bertujuan untuk membangun apresiasi publik terhadap performance dan pada saat yang sama memberi kesempatan pada seniman yang terlibat untuk saling berbagi pengetahuan, perkembangan, membangun jejaring antar seniman yang terlibat.

Pada awal tahun 2013, saat Melati dan beberapa seniman dari Solo melakukan riset di Sulawesi Selatan, beliau mengajak saya untuk ikut dalam forum yang dia gagas tersebut. Tentu saja saya polos bertanya, apa dan bagaimana saya menampilkan karya? Pendek ia jawab; “cukup kamu tampilkan apa yang kamu bisa”. Great. Jadilah saya resmi melakukan penjelajahan lain di kesenian. Performance. Saat itu, saya langsung membayangkan, mencuci jeroan sapi yang biasa dimasak untuk Coto Makassar, sembari mengingat karya Marina Abramovich yang menyikat tulang-tulang sapi.

Beberapa bulan kemudian, jadilah saya tampil dalam Undisclosed Territory #7 di Studio Plesungan milik mbak Melati, sebuah kawasan seni seluas dua hektar di wilayah Mojosongo-Solo-Jawa Tengah. Saya memilih bermain di sebuah pohon jadi setinggi 15 meter, memanjat, menggantungkan diri dari atas ke bawah, berayun, lalu turun dan melanjutkan permainan yang kusukai saat masih kecil; bermain air, membelah kayu dan nongkrong di dapur bersama Ibu atau Nenekku. Judul karyaku Rumah Masa Kecil. Respon saya atas ingatan-ingatan tentang masa kecilku di kampung, tumbuh di nenek, membantu mereka di dapur atau mencari kayu untuk memasak, sesekali membantunya menggulung benang sutera saat menenun, atau membuat bola-bola kecil dari adonan bedak basah.  Apapun reaksi penonton, saya berterima kasih sudah diberi kesempatan berbagi. Kelak, saya memiliki teman-teman baru yang lebih banyak setelah event.

 

UNDISC7_Abdi_Karya_3
Rumah Masa Kecil. performers: Abdi Karya & Alam Setiawan. foto oleh Studio Plesungan. Sumber: http://www.lemahputih.com/undisclosed/p03-undisc13_03_Abdi_Karya.html

Tiga tahun kemudian, pada November 2016, Mbak Melati kembali mengundang saya tuntuk tampil di Undisclosed Territory #10 di Studio Plesungan. Tentu dengan karya berbeda. Judul kali ini ; Memakai. Dipakai. Sekitar dua puluhan sarung berbagai motif di Indonesia saya mainkan dalam berbagai bentuk, sebagai respon saya atas sikap judgemental, menghakimi orang lain, termasuk stigma orang lain atau identifikasi diri sendiri atas pandangan orang lain. Orang mudah menghakimi, menilai orang lain hanya karena perbedaan tertentu; usia, agama, budaya, dan sebagainya. Sarung sebagai tubuh kedua orang Bugis-Makassar, saya coba bagi dan mainkan dalam berbagai bentuk sebagai penanda sikap, sifat, waktu, ruang, perasaan dan peristiwa. Kelak, karya ini diundang untuk ditampilkan di Jakarta Biennale 2017 dalam durasi yang lebih panjang.

 

_JAU4501
Memakai. Dipakai. Performer: Abdi Karya. Foto oleh Studio Plesungan.

 

***

 

Undisclosed Territory is an international performance festival in Indonesia since 2007. Initiated by two international performance artists; Melati Suryodarmo, whom originally from Solo-Central Jawa (she internationally acclaimed when she studied and started her career as performance artists whens she was at Hochschule für Bildende Künste Braunschweig in Germany where she worked and trained by butohist, Anzu Furukawa and grandmother of performance art, Marina Abramovich) and Boris Nieslony (one of the founder of Black Market International, a leading international performance artists collective based in Germany).

This annual festival became discussion forum, presentation, and sharing event for emerging and established performance artists worldwide. It’s aimed to develop public knowledge towards this genre of art as well as bridging network and knowlege between involved artists.

In early 2013, when Mrs. Suryodarmo and her colleagues from Solo did research in South Sulawesi, she invited me to get involve. With naive questions; “what should I present and how to present it?”. She shortly answered, “just present what you already have”.  Great! Then I officially started my new journey on performance art. I was directly imagine cleaning cows’ innards for cooking Coto while I remember Marina Abramovich’s about brushing bones.

Months later, I presented my work at Undisclosed Territory #7. The event held at Melati’s Studio Plesungan, a two-acres-wide art center in Mojosongo, Solo, Central Jawa. I decided to play on a 15 metres-tall teak tree. I climbed, hung, moved top down, swung, then playing around with water, cutting wood of peeling coconut and my favourite space at home; kitchen. The work was also a homage to my home village, my mother, grand mother and my aunties. Memories about my childhood, helping my mom cooking or when my grandma weaving the silk sarung, or when I rolled the silk thread, or even rolling small balls from dough for Bugis traditional facial mask.  It was a wonderful experience. Strongly boosted ymy artistic experience. Thank you so much for letting me in. Thank you for new friends I had there.

UNDISC7_Abdi_Karya_4
Rumah Masa Kecil. Performers: Abdi Karya & Alam Setiawan. Photo by Studio Plesungan. Source: http://www.lemahputih.com/undisclosed/p03-undisc13_03_Abdi_Karya.html

Three years later, on November 2016, Melati reinvite me to present my new work at the 10th Undisclosed Territory. This time I presented ; Memakai. Dipakai. (Using. Being Used).  Around twenty Indonesian sarungs with various patterns, I played them into many shapes, as my respond towards judgemental attitude. For those who love to put stigma towards others. How do we identified? Who identify us? Responding phenomenon of people who judgje others by their differences: age, religion, culture, and so on. I was again playing with “Sarung as the second body for Bugis-Makassar people”. Represented time, space, feelings, and circumstances. Later, this work will be comissioned by Jakarta Biennale 2017 with longer duration.

 

 

 

 

Tinggalkan komentar